KEDUDUKAN
RASULULLAH SAW
Disusun Oleh :
·
Muhammad Zulmi Wijiyanto
·
Juliana Astuti
·
Kurnia Sari
·
Endah Khairunisa
SEKOLAH
TINGGI FARMASI
MUHAMMADIYAH
TANGERANG
Jln.
Bhaktimanunggal No. 05 Selahaur, Rangkasbitung (42317)
Kata
Pengantar
Assamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulilah atas
kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, penyusun
dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu. Tanpa pertolongonnya mungkin
penyusun tidak sanggup menyelesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW.
Berikut ini penyusun dapat menyelesaikan
tugas makalah dengan judul “Kedudukan Rasulullah SAW”. Dalam penyusunannya,
kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penyusun
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : Kedua orang tua dan
Dosen ( Maman Rohmani, Spd ) yang telah
memberikan dukugan, kasih dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua
kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan
dan menuntut pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penyusun berharap isi
dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang
kurang. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar tugas ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penyusun berharap agar makalh
ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Nuun Walqolami Wamma Yasthuruun
Wasallamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Rangkasbitung, 09 September 2014
(
Penyusun )
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................
..i
DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang .....................................................................................................1
1.2
Rumusan Masalah ....................................................................
……………………1
1.3
Tujuan ......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kedudukan terhadap Rasul lain ......................................................................................3
2.2 Rasulullah sebagai rahmatan lil alamin...............................................................................7
2.3 Rasulullah sebagai uswatun hasanah ................................................................................7
2.4 Rasulullah sebagai khataman nabiyyin wal mursalin ……………………………..............9
2.1 Kedudukan terhadap Rasul lain ......................................................................................3
2.2 Rasulullah sebagai rahmatan lil alamin...............................................................................7
2.3 Rasulullah sebagai uswatun hasanah ................................................................................7
2.4 Rasulullah sebagai khataman nabiyyin wal mursalin ……………………………..............9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............. ..................................................................................................11
3.2 Saran
.......................................................................................................................11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 1.1 Latar
Belakang
Manusia tidak dapat mengenal dan
mensifati Nabi Muhammad SAW secara sempurna, sebab manusia agung ini adalah
manifestasi kesempurnaan dan ke agungan Sang Pencipta. Namun bukan berarti
Rasul Saw jauh dari jangkuan, karena ia adalah teladan dan contoh bagi umat
manusia. Hanya saja manusia agung ini tidak dapat di samakan atau di sejajarkan
dengan manusia-manusia lain.
Nabi Muhammad Saw selain memiliki
kedudukan spiritual yang tinggi, juga menjalani kehidupan layaknya manusia
biasa seperti memiliki pendamping hidup dan terlibat dalam kegiatan ekonomi.
Dunia materi punya tuntunan-tuntunan spesifik
yang tidak boleh diabaikan apalagi beliau di utus sebagai seorang teladan.
Allah menciptakan manusia pertama
kali Nabi Adam As dan sebagai penutup (Khataman
Nabiyyin wal mursalin) Nabi adalah
Nabi Muhammad SAW, dimana beliau seorang laki-laki pilihan Allah SWT yang di
utus untuk menyampaikan ajaran yang benar yaitu agama islam, sesungguhnya
uswatun hasanah sudah ada tertanam pada beliau sejak lahir, sebagai mana Firman
Allah SWT dalam (QS. Al-Ahzab ayat 21) yang berbunyi Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah.” Beliau juga adalah pembawa rahmatan lil’alamin
sebagaimana Firman Allah SWT dalam (QS.At-Taubah ayat 33) yang Artinya : ”Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan
petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk di unggulkan ats segala agama ,
walau orang-orang musyrik tidak menyukai.”
1.2 1.2 Rumusan
Masalah
·
Apa yang di maksud dengan Kedudukan Rasul lain
?
·
Apa
yang dimaksud dengan Rahmatan lil’alamin dan sejak kapan Rasulullah sebagai
Rahmatan lil’alamin ?
·
Apa
yang dimaksud dengan Uswatun Hasanah dan sejak kapan Rasulullah memiliki
Usawatun Hasanah?
·
Apa
yang dimaksud dengan Khataman Nabiyyin Wal Mursalin ?
1.3 1.3 Tujuan
Dengan membuat makalah yang
berjudul “Kedudukan Rasulullah Saw” bisa memberikan pengetahuan dan pemahaman
lebi luas tentang Rasulullah Saw kepada penyusun.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kedudukan Terhadap Rasul lain
Kedudukan
dan derajat Nabi Muhammad Saw, berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagai kekasih
Allah Swt, beliau memeliki kedudukan dan posisi istimewa di sisi-Nya.Tanpa ragu
bahwa pengenalan dan makrifat kepada Allah Swt, di peroleh melalui Rasul Saw.
Semua Nabi As berada di bawah Rasul Saw dan ajaran mereka juga mengikuti
risalah Muhammad Saw meski mereka datang lebih dahulu. Mereka di utus untuk
mempersiapkan kedatangan manusia agung ini. Dengan kata lain, semua Nabi as
berada di bawah perintah Rasul Saw untuk menyampaiakan risalah dan misi Nabi
Muhammad Saw.
Ketika
menjelaskan tentang kedudukan dan derajat keberadaannya yang mendahului
Nabi-nabi as lain, Rasul Saw bersabda : “Hal
pertama kali di ciptakan Allah Swt adalah cahayaku.” Sementara terkait
derajat kenabian yang mendahului Nabi-nabi as lain termasuk Nabi Adam as, Rasul
Saw bersabda : “Aku sudah menjadi
Nabi saat berada di antara air dan tanah
liat.” Hadis ini juga dapat di pahami bahwa pengangkatan Rasul Saw telah
menjadi agenda Tuhan sebelum penciptaan Nabi Adam as dan Nabi-nabi as lain.
Hanya saja kondisi waktu itu untuk mengtusnya ketengah umat manusia belum
tercipta kala itu.
Beliau
Saw menyatakan cahayanya sebagai makhluk pertama yang diciptakan Allah Swt.
Dalam hadis lain, Rasulullah Saw bersabda : “Hal
yang pertama kali di ciptakan Allah Swt adalah akal.” Artinya, akal dan
cahaya Muhammad Saw bukan dua hal yang berbeda, tapi akal dan cahaya adalah
satu dan makhluk pertama kali ada adalah hakikat cahaya dan akal manusia agung
ini. Masalah ini sudah dibuktikan dalam filsafat irfan teoritis ; Nabi Muhammad
Saw merupakan manifestasi pertama ciptaan Tuhan dan ia adalah makhluk yang
paling mulia dan sempurna di anatara ciptaan-Nya.
Berikut
ini kami sebutkan beberapa kedudukan dan derajat Rasulullah Saw sebagaiamana di
jelaskan dalam al-qur’an :
1. Tunduk
dan pasrah di hadapan Allah Swt
Allah Swt dalam banyak ayat menjelaskan
kedudukan dan derajat Nabi Muhammad Saw di dunia dan akhirat. Diantara posisi
istimewa itu adalah sikap tunduk pasrah di hadapan tuhan. Rasulullah Saw memiliki
kepasrahan yang begitu murni sampai-sampai Allah memuji kedudukan ini. (Qs.Ali-Imran:2, Al-An’am:41,17 dan 361).
2. Risalah
Kenabian
Risalah kenabian termasuk posisi istimewa
lain yang di berikan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw. Risalah kanabian
beliau Saw memiliki keistimewaan yang khas di banding risalah Nabi as
sebelumnya. Karakteristik risalah Rasulullah Saw adalah sebagai penutup,
penghapus rislah sebelumnya, penyempurna risalah para Nabi as terdahulu, di
tunjukan untuk seluruh umat manusia, dan sebagai rahmat bagi semesta alam.
Ciri-ciri ini dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw dan tidak di miliki oleh para
Nabi as sebelumnya.
Risalah
Nabi-nabi as terdahulu hanya untuk kaum tertentu saja dan sesuai dengan kondisi
pada masa itu. Sementara risalah Nabi Muhammad Saw di peruntukan bagi seluruh
umat manusia dan berlaku hingga akhir zaman. Allah Swt juga telah menjelaskan
bahwa Rasulullah Saw adalah penutup para Nabi sehingga tidak ada Nabi lain
setelahnya.
3. Pemberi
Syafaat
Pemberi syafaat termasuk gelar lain yang di sandang
oleh Rasulullah Saw. Kedudukan ini juga dapat di peroleh oleh manusia biasa
melalui shalat tahajud dan sunnah di pertengahan malam. Hanya saja syafaat yang
dimiliki Rasulullah Saw adalah syafaat yang bersifat mutlak. Allah Swt memberi
wewenang kepada Rasulullah Saw untuk memberi syafaat kepada umatnya kelak.
Meski Allah Swt dalam kitab sucinya tidak pernah menyebutkan nama seorang pun
yang kelak di hari kiamat akan memberi syafaat dan siapa saja yang memiliki
sifat-sifat tersebut, berarti ia adalah pemberi syafaat di hari kiamat.
Ada beberapa golongan yang di sebutkan oleh
Al-Qur’an sebagai pemberi syafaat. Di antaranya adalah para Nabi as, malaikat,
dan kaum mukmin yang saleh. Selain itu, amal perbuatan yang baik juga dapat
memberikan syafaat kepada pelakunya.
4. Kemaksuman
Mutlak
Kemaksuman mutlak (kesucian mutlak) juga termasuk
kedudukan yang lain dimiliki Rasulullah Saw. Mazhab Syiah meyakini bahwa Nabi
Muhammad Saw dan Nabi-nabi as lain terjaga dari dosa dan maksiat, baik dosa kecil
atau besar, yang di sengaja atau tidak. Tujuan utama di utusnya Nabi Saw adalah
untuk memberikan petunjuk kepada seluruh umat manusia dan membimbing mereka
kepada hakikat kebenaran. Pada dasarnya, Nabi Saw adalah duta Tuhan untuk
seluruh umat manusia. Beliau di tugaskan untuk memberi hidayah kepada jalan
yang lurus. Apabila beliau sendiri tidak konsisten dengan ajaran Ilahi, atau
bahkan mengamalkan yang sebaliknya, maka umat manusia akan tersesat dan ini
bertentangan dengan tujuan Nabi.
Allah Swt dalam ayat 23 dan 231 surat Ali-Imran
menegaskan kewajiban mentaati Rasulullah Saw secara mutlak dan menganggap ke
taatan kepada manusia suci ini sebagai ketaatan kepada-Nya. Perintah ini
mengindikasikan kemaksuman mutlak dan sempurna yang di miliki Rasulullah Saw,
sebab jika tidak demikian, tentu saja Allah Swt akan memerintahkan manusia
untuk mematuhi dalam kasus tertentu saja. Sementara Allah Swt menilai ketaatan
kepada Rasulullah Saw sama dengan ketaatan kepada-Nya dan tanpa pengecualian
sama sekali. Dalam surat An-Nisa ayat 64, Allah Swt berfirman : “Dan kami tidak mengutus seorang Rasul pun
melaikan untuk di taati dengan izin Allah.” Ketaatan mutlak kepada Nabi Saw
hanya terjadi jika beliau berada di bawah ketaatan kepada Allah Swt dan sebagai
perpanjang dari-Nya.
Metode penjelasan seperti itu dengan sendirinya
membuktikan kemaksukman mutlak Rasulullah Saw. Beliau terjaga dari segala
bentuk kesalahan, keliruan, kelupaan dan sejenisnya. Jika tidak, mustahil Allah
Swt memerinthakan manusia untuk mematuhi secara mutlak.
5. Hakim
dan Pemberi Keputusan
Di antara duni dan akhirat Nabi Muhammad Saw adalah
bertindak sebagai hakim dan pemberi putusan atas sebuah perkara dan sengketa
yang terjadi di tengah umatnya. Selama di dunia, Nabi Saw juga bertugas
memutuskan perkara dan sengketa di tengah umat manusia berdasarkan hukum Allah
Swt. Beliau bertindak sebagai hakim dan memberi putusan yang adil terhadap
setiap kasus. Sementara di akhirat, Nabi Saw menjadi pembagi antar penghuni
surga dan neraka.
6. Wilayah
dan Kepemimpinan
Rasulullah
Saw mengemban tugas untuk memberi penjelasan berbagai urusan dunia dan akhirat
umat manusia. Beliau menjelaskan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuann
wahyu. Beliau juga menjalankan roda pemerintah yang kelak menjadi sumber manifestasi
rahmat Tuhan, keadilan Islam dan simbol memerangi kezaliman.
7. Penghambaan
Lemabaran kehidupan Rasulullah Saw adalah kumpulan
makrifat, keilmuan dan amal saleh yang mendidik umat manusia. Manusia agung ini
telah melakukan puncak penghambaan kepada Allah Swt, beliau menjadi hamba yang
pasrah secara mutlak sehingga menggapai kekuatan spiritual yang agung. Karena
itu, Rasulullah Swt tak pernah gentar menghadapi kekuatan syirik, kufur,
gemerlap materi atau penguasa yang berhias diri dengan harta dan bala tentara.
Ibadah adalah tangga yang mengatarkan manusia ke
puncak kesempurnaan ruh dan spiritual. Setiap amal kebaikan yang di lakukan
dengan niat mendekati diri kepada Allah Swt, tergolong dan penghambaan.
2.2
Rasulullah sebagai
rahmatan lil alamin
Umat Islam tentu
meyakini misi rahmatan lil ‘alamin, sebab istilah rahmatan
lil-’alamin telah dinyatakan oleh Al Qur’an. Istilah rahmatan
lil-’alamin dipetik dari salah satu ayat Al Qur’an;
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً
لِّلْعَالَمِين
“ (Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam).” (QS Al Anbiya’ :
107).
Dalam ayat
itu, “rahmatan lil-’alamin” secara tegas dikaitkan
dengan kerasulan Nabi Muhammad Saw. Artinya, Allah tidaklah menjadikan Nabi Saw
sebagai rasul, kecuali karena kerasulan beliau menjadi rahmat bagi semesta
alam. Karena rahmat yang diberikan Allah kepada semesta alam ini dikaitkan
dengan kerasulan Nabi Saw, maka umat manusia dalam menerima bagian dari rahmat
tersebut berbeda-beda. Ada yang menerima rahmat tersebut dengan sempurna, dan
ada pula yang menerima rahmat tersebut tidak sempurna.
Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma, sahabat Nabi Salallahu ‘Alaihi Wa Sallam, pakar
dalam Ilmu Tafsir menyatakan: “Orang yang beriman kepada Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, maka akan memperoleh rahmat Allah dengan sempurna di dunia
dan akhirat. Sedangkan orang yang tidak beriman kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam, maka akan diselamatkan dari azab yang ditimpakan kepada umat-umat
terdahulu ketika masih di dunia seperti dirubah menjadi hewan atau dilemparkan
batu dari langit.”
Penafsiran di atas
diperkuat dengan hadits shahih yang menegaskan bahwa rahmatan lil-’alamin telah
menjadi karakteristik Nabi Saw dalam dakwahnya. Ketika sebagian sahabat
mengusulkan kepada beliau, agar mendoakan keburukan bagi orang-orang Musyrik,
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Aku diutus bukanlah sebagai
pembawa kutukan, tetapi aku diutus sebagai pembawa rahmat.” (HR.
Muslim).
Penafsiran di atas
memberikan gambaran, bahwa karakter rahmatan lil-’alamin memiliki keterkaitan
sangat erat dengan kerasulan Nabi Saw. Kaitannya dengan kerasulan Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yakni penyampaian ajaran Islam kepada
umatnya.Maka seorang Muslim, dalam menghayati dan menerapkan pesan Islam rahmatan
lil-’alamin tidak boleh menghilangkan misi dakwah yang dibawa oleh
Islam itu sendiri.
2.3 Rasulullah sebagai uswatun hasanah
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ
كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.”
[QS. Al-Ahzaab: 21]
Ayat yang agung di atas, di setiap bulan Rabi’ul
Awwal, biasanya menjadi ayat yang paling sering terdengar dari corong-corong
masjid. Tentu saja melalui mimbar-mimbar ceramah mauli, para penceramah maulid
juga tidak pernah lupa mengingatkan makna inti yang terkandung dalam ayat
tersebut, bahwa kita sebagai ummat Muhammad wajib untuk menjadikan beliau
sebagai panutan dan ikutan dalam mengamalkan agama.
Belakangan, mencuat sebuah pertanyaan, sudahkah
makna inti ayat tersebut terealisasi pada diri dan masyarakat muslim kita? Dan
apakah kita telah memahami hakikat “uswatun hasanah” yang diinginkan oleh ayat
tersebut? Ulama tafsir mengaitkan turunnya
ayat di atas secara khusus dengan peristiwa perang Khandaq yang sangat
memberatkan kaum muslimin saat itu. Nabi dan para Sahabat benar-benar dalam
keadaan susah dan lapar, sampai-sampai para Sahabat mengganjal perut dengan
batu demi menahan perihnya rasa lapar. Mereka pun berkeluh kesah kepada Nabi.
Adapun Nabi, benar-benar beliau adalah suri teladan dalam hal kesabaran ketika
itu.
Nabi bahkan mengganjal perutnya dengan dua buah
batu, namun justru paling gigih dan sabar. Kesabaran Nabi dan perjuangan beliau
tanpa sedikitpun berkeluh kesah dalam kisah Khandaq, diabadikan oleh ayat di
atas sebagai bentuk suri teladan yang sepatutnya diikuti oleh umatnya. Nabi
kita adalah manusia yang terbaik di segala sisi dan segi. Di setiap lini
kehidupan, beliau selalu nomor satu dan paling pantas dijadikan profil
percontohan untuk urusan agama dan kebaikan.
Sehingga
tidak heran jika Allah mewajibkan kita untuk taat mengikuti beliau serta
melarang kita untuk durhaka kepadanya dalam banyak ayat al-Qur-an, di antaranya
firman Allah (artinya): “…Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya
Allah memasukkannya kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai,
sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar.” [QS.
An-Nisaa: 13]
Rasulullah juga pernah bersabda:
كُلُّ أُمَّتِيْ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ
أَبَـى، فَقِيْلَ: وَمَنْ يَأْبَى يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِيْ دَخَلَ
الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِيْ فَقَدْ أَبَى
“Setiap ummatku akan masuk surga kecuali yang
enggan. (Lalu) dikatakan kepada beliau: ‘Siapa yang enggan itu wahai Rasulullah
?’ Maka beliau menjawab: ‘Barangsiapa mentaati aku ia pasti masuk surga, dan
barangsiapa yang mendurhakaiku maka ia enggan (masuk surga).” [Shahih Bukhari:
7280]
Hakikat Makna Uswatun Hasanah
Kita sering terperangkap dalam pola prinsip yang
keliru dalam memaknai hakikat uswatun hasanah yang ada pada diri Rasulullah .
Tidak sedikit di antara kita mengkerdilkan makna sifat uswah (keteladanan) Nabi
hanya terbatas pada masalah-masalah akhlak, sunnah-sunnah dan ritual ibadah
yang dikerjakan oleh Nabi saja. Padahal, syari’at juga menuntut kita untuk
meninggalkan -atau tidak mengerjakan- segala sesuatu yang tidak dikerjakan oleh
Nabi dalam urusan agama ini.
2.4 Rasulullah sebagai khataman nabiyyin
walmursalin
Ayat KS Aquran (Quran Suci/QS) Surat Al Ahzab
33:40 A’udzubillah himinasy-syaithan “Maa kaana Muhammadun abaa ahadin
minr rijaalikum wa laakinr rosuuulal laahi wa khaatamannabiyyin”Yang
artinya Muhammad bukanlah Bapak dari seorang laki-laki kamu, tetapi ia adalah
seorang Rasul dan Khaataman Nabiyyin, khatam-nya dari para nabi-nabi.
Ayat Khataman-Nabiyyin ini diturunkan di dalam
rangkaian pembelaan dari Allah SWT kepada YM. Nabi Suci Muhammad Rasulullah
Saw. Atas tuduhan orang Arab Quraisy , bahwa pernikahan Rasulullah Saw dengan
Hadhrat Siti Zainab, janda dari Zaid “anak angkat” Rasulullah Saw. yang dituduh
mengawini janda menantunya sendiri. Tuhan menjawab cemoohan orang Quraisy
terhadap Rasulullah Saw. Yang melanggar tradisi berlaku pada saat itu yang
tidak membolehkan orang mengawini janda bekas menantunya walaupun dari anak angkatnya,
Yang kedudukan anak angkat itu menurut adat kebiasaan orang Quraisy disamakan
statusnya dengan anak sendiri.
Pada saat diturunkannya wahyu tentang
Khaataman Nabiyyin tersebut, tidak pernah terpikir waktu itu oleh para sahabat
Rasulullah Saw. Bahwa khatam itu
diartikan sebagai penutup untuk nabi-nabi, ini adalah berdasarkan keterangan
dari YM, Rasulullah Saw sendiri. Apalagi jika kita membaca keseluruhan ayat-ayat
yang ada di dalam Rukuk ke-5 dari Surah Al Ahzaab ini bahkan di keseluruhan
Surah al Ahzaab pun tidak ada disinggung satu pun indikasi yang berkenaan
dengan inniy aakhirul-anbiya’ atau laa nabiyya ba’di
Disebutkan
di dalam surah ini Al Ahzaab ini adalah: Jangan engkau mengikuti kebiasaan
orang-orang kafir dan orang munafik (ayat 1, dalam hal status anak angkat
dll.), menjadikan istri-istrimu sebagai ibu dan anak-anak angkatmu sebagai anak
sendiri (ayat 4), tetapi panggillah anak ini dengan nama bapak mereka (ayat 5),
dan Kami pun mengatur pernikahan engkau dengan Zainab, yang janda dari Zaid
anak angkat engkau itu; di mana sama sekali tidak ada sesuatu pun yang akan
mencemarkan nama engkau, di mana engkau adalah Khaataman Nabiyyin.
Selain yang artinya penutup (yaitu khatim) ada
banyak arti dari kata Khatam yaitu: Cincin, perhiasan (bagi yang memakainya),
meterai, segel, yang membenarkan, yang paling afdhal, yang paling mulia, yang
terbaik, sebagai pujian terutama kalau dikaitkan dengan kata benda plural /
jamak, dan hanya sebagai penutup (khatim), terutama kalau dikaitkan dengan kata
benda singular. Dalam tata bahasa Arab, kata Khaatam jika digandeng dengan
kata jamak maka artinya bukan lagi terakhir atau penutup melainkan yang paling
sempurna,
Nabi Saw bersabda kepada Hadhrat Ali r.a. : Aku adalah
khatam dari nabi-nabi dan engkau wahai Ali adalah khatamul aulia (khatam dari
Wali-wali) (Tafsir Safi & Jalandari).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kedudukan
dan derajat Nabi Muhammad Saw, berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagai kekasih
Allah Swt, beliau memeliki kedudukan dan posisi istimewa di sisi-Nya.Tanpa ragu
bahwa pengenalan dan makrifat kepada Allah Swt, di peroleh melalui Rasul Saw.
Semua Nabi As berada di bawah Rasul Saw dan ajaran mereka juga mengikuti
risalah Muhammad Saw meski mereka datang lebih dahulu.
. Istilah rahmatan
lil-’alamin dipetik dari salah satu ayat Al Qur’an;
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِين
“ (Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam).” (QS Al Anbiya’ :
107).
Dalam ayat
itu, “rahmatan lil-’alamin” secara tegas dikaitkan
dengan kerasulan Nabi Muhammad Saw. Artinya, Allah tidaklah menjadikan Nabi Saw
sebagai rasul, kecuali karena kerasulan beliau menjadi rahmat bagi semesta
alam.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ
كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.”
[QS. Al-Ahzaab: 21] makna inti yang terkandung
dalam ayat tersebut, bahwa kita sebagai ummat Muhammad wajib untuk menjadikan
beliau sebagai panutan dan ikutan dalam mengamalkan agama.
Surat Al Ahzab 33:40 “Maa
kaana Muhammadun abaa ahadin minr rijaalikum wa laakinr rosuuulal laahi wa
khaatamannabiyyin”Yang artinya Muhammad bukanlah Bapak dari seorang
laki-laki kamu, tetapi ia adalah seorang Rasul dan Khaataman Nabiyyin(penutup
para nabi), khatam-nya dari para nabi-nabi.
3.2 Saran
Mungkin
inilah yang diwacanakan pada penulisan kelompok ini meskipun penulisan ini jauh
dari sempurna minimal kita mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak
kesalahan dari penulisan kelompok kami, karna kami manusia adalah tempat salah
dan dosa: dalam hadits “al insanu minal khotto’ wannisa’, dan kami juga butuh
saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk ke depannya membuat makalah
yang lebih baik dari sebelumnya.